Monday, April 14, 2008

Persepuluhan dan persembahan

Setiap bisnis secara umum merefleksikan nilai dari prinsip-prinsip yang dipegang oleh pemiliknya atau manajernya. Dan refleksi nilai-nilai itulah yang menentukan apakan suatu bisnis itu diberi label Kristen atau non-Kristen. Jika suatu bisnis ditujukan untuk melayani Tuhan, bisnis itu harus mempunyai satu sasaran utama, yaitu memuliakan Tuhan. Salah satu dari fungsi mendasar suatu bisnis Kristen adalah mendanai pekerjaan Tuhan. Dan untuk maksud tersebut, banyak pemilik atau manajer bisnis Kristen yang memilih untuk memberikan persepuluhan dari hasil bisnisnya.
Prinsip dari persepuluhan dalam bisnis ini tidak berbeda secara dramatis dibandingkan dengan persepuluhan dari pendapatan pribadi. Sebenarnya, kebanyakan dari ayat Alkitab dalam perjanjian lama berhubungan dengan pemasukan yang didapat dari bisnis, karena mayoritas orang-orang dalam perjanjian lama bekerja di bidang agraris. Prinsip dari memberi perpuluhan dari bisnis sangat jelas dalam alkitab: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu." (Amsal 3:9). Dalam perjanjian lama, orang-orang Ibrani membawa hampir 23% dari panghasilan mereka ke rumah penyimpanan Tuhan. Penjaga dari rumah penyimpanan itu, para orang Lewi, menggunakan apa yang sudah mereka berikan untuk para janda, orang-orang asing yang miskin dalam daerah itu, yatim piatu, dan orang-orang Lewi sendiri.

Dalam perjanjian baru, orang-orang tidak lagi membawa persepuluhan dan persembahan mereka ke rumah penyimpanan secara fisik. Tapi mereka memberikannya kepada gereja. Sebagai timbal baliknya, gereja menggunakan persepuluhan untuk mengabarkan injil. Persembahan dugunakan untuk dukungan administratif dan umum dari gereja, dan pemberian sukarela digunakan untuk orang-orang miskin, para janda, yatim piatu, serta orang-orang lain yang membutuhkan. Alkitab menyatakan secara tidak langsung bahwa tujuan dari memberi persepuluhan dan persembahan adalah untuk membuktikan atau menjadi kesaksian dari kepemilikan Tuhan, dan dengan demikian itu juga berlaku secara individual.

Tidak pernah dikatakan bahwa semua orang atau semua bisnis harus memberikan jumlah yang sama atau dengan cara yang sama, tapi masing-masing harus memberi dengan kerelaan dan sukacita (lihat 2Kor 9:6-7). Kita harus memberi dari hati kita, karena itu seharusnya pemberian tidak dipandang sebagai hukum tapi sebagai indikator dari ketaatan kita kepada hukum Tuhan. Hal ini dikonfirmasi dalam kitab Maleakhi, seorang nabi mengkonfrontasi kaum Yahudi tentang dosa mereka yang berupa ketidaktaatan, menggunakan kelalaian mereka untuk memberi sebagai contoh.

Memberi dari keuntungan kotor atau bersih?

Seorang pengkotbah dari abad 19 yang terkenal, Charles Spurgeon, mengatakan, "Dalam tahun-tahun saya melayani Tuhan, saya menemukan kebenaran yang tidak pernah gagal dan tidak pernah dikompromikan. Kebenaran itu adalah, tidak mungkin bagi seorangpun untuk mengembalikan semuanya kepada Tuhan. Bahkan walaupun saya memberikan semua yang saya miliki kepadaNya, Dia pasti akan menemukan cara untuk mengembalikannya kepada saya bahkan berkali lipat melebihi dari apa yang sudah saya berikan." Karena mustahil untuk mengembalikan kepada Tuhan, maka hal tentang apakah bisnis harus memberi dari keuntungan kotor atau keuntungan bersih menjadi pokok pembicaraan kita. "Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu." (Mark 4:24).

Jika sebuah bisnis benar-benar meyakini dan mau menghormati Tuhan dari peningkatan yang Dia sediakan, maka bisnis itu harus mempertimbangkan untuk memberi dari keuntungan kotor dan percaya bahwa Tuhan akan menyediakan apa yang dibutuhkan setelah bisnis itu membayar semua kreditor dan biaya-biaya lain. Meskipun ada anjuran alkitabiah untuk memberi dari buah sulung, atau dari peningkatan bisnis itu, sebuah bisnis tidak seharusnya memberi dari bagian yang menjadi hak milik para kreditor ataupun karyawan. Pemberian bisnis seharusnya diambil dari keuntungan bisnis setelah biaya-biaya overhead, gaji para karyawan, dan kreditor dibayar. Setiap karyawan lalu memberi dari jumlah yang mereka terima sebagai gaji.

Pemberian Korporasi

Korporasi, tidak seperti bisnis, biasanya dimiliki oleh sekumpulan orang dari berbagai gaya hidup dan kepercayaan spiritual. Karena seseorang tidak memiliki seluruh saham dalam korporasi, orang tersebut harus mempertimbangkan memberi persepuluhan dari kenaikan nilai sahamnya sendiri dalam korporasi itu kepada Tuhan. Sebuah alternatif mungkin saja dengan misalnya menggunakan sepersepuluh dari saham korporasi dan mendirikan yayasan Kristen, lalu menentukan tujuan untuk mengendalikan pertumbuhan masa depan korporasi dan mengumumkan dividen untuk digunakan dalam pekerjaan Tuhan.

Kesimpulan

Baik individu maupun bisnis seharusnya lebih mencari cara untuk memberi, dibanding mencoba menemukan cara untuk menunda pemberian atau menyembunyikan apa yang seharusnya kita berikan. Ingatlah bahwa Tuhan lebih tertarik pada hati kita lebih dari besarnya jumlah pemberian kita. Ada anjuran dalam firmanNya untuk memberi dari buah sulung kita, atau kenaikannya. Ini dapat diaplikasikan baik secara perorangan ataupun bisnis. Bagaimanapun juga, pemilik bisnis harus memperhatikan bahwa pemberian bisnis harus hanya dari keuntungan yang menjadi milik bisnis itu sendiri, bukan dari apa yang seharusnya menjadi hak para kreditor, pemegang saham, karyawan, atau lainnya.


Sumber : cbn

No comments:

Post a Comment