Monday, April 14, 2008

Sejarah Credit Union di Kalimantan Barat

Inisiatif Perlawanan Lokal

Menyoroti keadaan bangsa Indonesia sekarang ini terutama bagi kaum miskin di Indonesia, kehidupan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia berada dibawah standar dunia dengan pendapatan perkapita dibawah $1 per hari. Memang tidak dipungkiri ada banyak juga yang berpendapatan lebih dari itu namun jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat Indonesia pada umumnya, mereka hanya sekian persen nya dari penduduk Indonesia yang hidup nyaman sebagian besarnya susah.

Hari berganti hari, matahari selalu setiap hari melintasi kepala namun sebagian besar masyarakat Indonesia belum menemukan solusi terbaik bagi menyelesaikan krisi yang multi dimensi ini. Apa lagi yang mau diharapkan dari pemerintah? Semua nonsen, hukum, undang-undang, slogan yang indah-indah, semuanya palsu. Pemerintah hanya menumbuhkan iklim investasi sekala besar dan menutup mata untuk iklim investasi skala kecil dan mikro. Terbukti dengan makin berkembangnya bank-bank yang mengharapkan kucuran dana dari pemerintah sebagai respon terhadap kebutuhan masyarakat namun dalam kenyataannya sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapat akses disana. Kapitalis telah merenggut segalanya dari diri kita. Tanah, air, udara sudah mereka miliki bahkan jiwa raga kitapun dibeli olehnya. Tidak sedikit para wanita yang raganya terbeli oleh karena kemiskinan. Banyak anak-anak menderita kurang gizi juga karena kapitalisme. Iklim investasi di Indonesia benar-benar milik kapitalis yang didukung oleh pemerintah dan aparat. CU tumbuh dan berkembang secara swadayapun mau dihancurkan pemerintah lewat berbagai jeratan undang-undang dan peraturan daerah. Nampaknya pemerintah Indonesia tidak senang dan tidak ingin rakyatnya aman sentosa dan sejahtera. Mereka mau melihat rakyatnya miskin dan menderita agar semakin banyak kuli-kuli yang dapat diperintah untuk kepentingannya. Melihat fenomena itu, ada baiknya kita melirik sedikit tentang kiprah CU dan bagainama masyarakat menjadi penentu bagi hidupnya sendiri.


Perjalanan CU Dari England Ke Kalimantan.

Credit Union (CU) atau Koperasi Kredit bukan barang baru lagi bagi masyarakat, CU justru sudah menjadi sebuah gerakan perekonomian rakyat yang terbukti mumpuni dalam membantu upaya keterpurukan masyarakat di Kalimantan Barat khususnya dan Kalimantan umumnya untuk dapat hidup layak. Gerakan CU di Kalimantan tersebut tersebut diinspirasikan oleh sejarah gerakan CU dunia.

Gerakan CU sebetulnya dimulai oleh para pekerja dan penenun Rochdale di England yang membentuk koperasi konsumtif secara demokratis pada tahun 1840. Kemudian pada tahun 1852 dan 1864, Hermann Schulze-Delitzsch and Friedrich Raiffeisen untuk pertaman kalinya mendirikan CU di Jerman. Ketika itu masyarakat Jerman dilanda krisis ekonomi akibat gagal panen. Kegagalan penen itu membuat para petani Jerman untuk mengadu nasib ke kota. Sebagian besar mereka bekerja sebagai kuli bagi kaum kaya dengan upah seadanya. Sebagian lagi membuka usaha dengan meminjamkan uang kepada kaum lintah darat atau rentenir.

Situasi dan kondisi petani Jerman yang demikian itu menggugah hati Friedrich Wilhelm Raiffeisen, Wali Kota Flammersfield. Karena itu, ia berusaha menghimpun dana dari para dermawan untuk menolong kaum miskin-melarat. Dana yang terkumpul dijadikannya sebagai modal usaha bagi kaum miskin-papa petani Jerman. Namun uang yang dibagikannya itu tidak pernah cukup karena penggunaannya tidak terkontrol. Raiffeisen kemudian mengumpulkan roti dari pabrik dan membagi-bagikannya kepada kaum melarat. Tetapi usaha ini pun gagal karena hanya menciptakan ketergantungan bagi kaum miskin.

Selanjutnya, Alphonse dan Dorimene Desjardins mulai mendirikan CU di LĂ©vis, Quebec pada tahun 1900-an. Tak lama setelah itu, Alphonse membantu Edward A. Filene dan Roy F. Bergengren mendirikan CU di Amerika. Kemudian, pada 17 Januari 1927, CU League of Massachusetts di Amerika Serikat merayakan hari libur pertama untuk anggota dan pekerja CU. Ditetapkannya tanggal 17 Januari tersebut karena hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun Benjamin Franklin (1706-1790), yang dijuluki sebagai “the America’s Apostle of Thrift”. Para tokoh pioner CU Amerika juga meyakini bahwa Franklin adalah kehidupan dan ajaran ajaran yang terkandung di dalam semangat dan tujuan CU. Sebab itu, ketika F.D. Rosevelt menjadi presiden Amerika Serikat pada tahun 1934, CU mendapatkan legalitas perundang-undangan di Amerika.

Pada tahun 1948, CUNA (Credit Union National Association) Amerika Serikat menetapkan hari CU nasional yang baru, yakni pada hari Kamis ketiga bulan Oktober, yang pada tahun 2004 ini Kamis ketiga Oktober jatuh pada tanggal 21.

Dalam perjalanan selanjutnya, gabungan CU di USA membentuk Biro Pengembangan CU sedunia. Lalu, pada tahun 1971 Biro Pengembangan CU itu diresmikan menjadi Dewan CU sedunia, yang disebut World Cuncil of Credit Unions (WOCCU), yang berkantor pusat di Madison, Wisconsin – USA. Kini, yang tergabung di WOCCU ada 36. 901 CU, yang tersebar di 93 negara. CU-CU tersebut melayani lebih dari 112 juta anggota.

Salah satu CU yang sukses di dunia adalah CU ULGOR di Spanyol Utara. Dalam sejarahnya, CU ULGOR didirikan oleh Pastor Don Jose Maria Arizmendiarreta SJ bersama lima pemuda mendirikan CU di Mondragon, Spanyol Utara, tahun 1954. Kala itu di Mondragon angka pengangguran sangat tinggi dan tingkat pendidikan masyarakat sangat buruk. Masyarakat juga tidak memiliki cita-cita positif mengenai masa depan. Asset yang sedikit di derah itu menjadi rebutan rakyat. Lagi pula, sejak ratusan tahun daerah Mondragon merupakan daerah yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Atas dasar itu, Pastor Don Jose pun membuka sekolah magang industri. Di sekolah ini ia mengajar mengenai etika bagi pemuda yang hendak membuka usaha sendiri. Tapi sekolah tersebut justru membuat angka pengangguran semakin tinggi, hingga mencapai 20 % pada awal tahun 1950-an.

Tetapi Pastor Don Jose tak patah arang. Pada tahun 1955 ia pun mengundang lima pemuda, mantan muridnya untuk meminjam dana dari masyarakat. Mereka pun berhasil mengumpulkan dana sebesar $361.640. Dengan uang itu mereka membeli sebuah perusahaan pemanas minyak tanah Aladdin. Koperasi tersebut mereka namakan ULGOR. Dengan begitu, gerakan CU di Spanyol pun mulai berkembang.

Dalam perkembangannya, tahun 1956, ULGOR mempekerjakan 24 orang, tahun 1958 149 karyawan. Pada awal 1990-an, kompleks ULGOR telah mampu menampung 21.241 pegawai, yang juga sebagai anggotanya; memiliki seratus lebih usaha dengan nilai assets $ 2,6 milyar atau setara dengan Rp 7,8 triliun dengan kurs Rp 3.000/USD.


Gerakan koperasi kredit di Indonesia dan Kalbar

Di Indonesia, pada tahun 1955 sebetulnya sudah ada beberapa koperasi simpan pinjam. Namun WOCCU secara resmi diundang ke Indonesia baru pada tahun 1967. Kala itu, utusan WOCCU yang datang ke Indonesia memperkenalkan gagasan CU adalah Mr. A.A. Bailei. Kedatangan Bailei itu ditindaklanjuti dengan pendirian CU Counselling Office (CUCO) di Jakarta oleh Br. K. Albrecth Karim Arbei SJ. CUCO ini antara lain berfungsi memberikan konsultasi, menyediakan bahan dan program pelatihan, menyelenggarakan kursus-kursus, menyebarkan informasi serta merintis Badan Koordinasi Koperasi Kredit.

Selanjutnya, insan koperasi kredit Indonesia mengadakan Konferensi Nasional Kopdit di Ambarawa, Jawa Tengah tahun 1976. Pada Konferensi Nasional tahun 1981 terbentuklah Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I). Robby Tulus terpilih sebagai ketuanya.

Gerakan koperasi kredit atau CU akhirnya sampai pula ke Kalbar. Kadatangan CU ke Kalbar ini bermula dari kursus dasar Kopdit di Nyarumkop dan Sanggau, yang diselenggarakan oleh BK3I pada tahun 1975. Dari itu kemudian berdirilah CU Lantang Tipo di Bodok, CU di Batang Tarang dan di Kuala Dua. Tetapi ketiga CU tersebut berkembang sangat lamban sehingga diadakanlah kursus dasar di Pontianak pada tahun 1985 atas prakarsa PSE Keuskupan Agung Pontianak (KA Pontianak) kala itu dimotori oleh Pius Alfred dengan menghadirkan fasilitator H. Woerwanto dan Th Trisna Ansali dari BK3I. Kursus dasar kali ini melahirkan CU Khatulistiwa Bhakti (KB) Pontianak. Kala itu CU KB dijadikan sebagai Kopdit laboratorium atau tempat belajar.

Seiring perjalanan waktu, CU KB terus berkembang. Pelatihan-pelatihan yang diprakarsai oleh Delsos (PSE sekarang) menumbuhkan 5 CU lainnya di Kalbar termasuk CU Pancur Kasih yang ditumbuhkan oleh Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih. Maka terbentuklah BK3D Kalbar yang diketuai oleh AR. Mecer masa kerja 1988 – 1990 dan diresmikan pada tanggal 28 November 1988 yang didahului dengan rapat koordinasi di Delsos KA Pontianak. BK3D Kalbar terbentuk sebagai wadah koordinasi CU-CU di Kalbar.

Dibawah pimpinan AR. Mecer BK3D Kalbar saat itu mengalami perkembangan sangat pesat. Pada masa perkembangan berikutnya AR. Mecer digantikan oleh Pius Alfred. Di bawah pimpinan Pius Alfred, kegiatan BK3D Kalbar mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena KA Pontianak tidak mendukung, bahkan meminta kegiatan CU tidak menggunakan fasilitas Gereja. Hal lain adalah waktu ketua BK3D waktu itu banyak tersita oleh proyek lain hingga tidak fokus untuk CU. Dengan berakhirnya masa jabatan Pius Alfred, ketua berikutnya dijabat lagi oleh AR. Mecer hingga sekarang.

Kini, CU semakin berkembang pesat di Kalbar, bahkan menjadi trend di Kalimantan. CU-CU tersebut berada di bawah naungan BK3D Kalimantan (dulu BK3D Kalbar). Menurut data Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) Kalimantan, hingga Juni 2004, CU yang bernaung di bawah BK3D Kalimantan sudah 40 CU; anggota 109.704; dengan total asset Rp. 318.639.668.422. Jumlah ini tidak termasuk CU Pansurat di Bengkayang, CU Berkat Usaha di Baram (Kec. Simpang Hulu), CU Arus Laur di Sepotong (Kec. Aur Kuning).

Ketiga CU tersebut sedang menjalani skorsing (dikeluarkan) dari keanggotaan BK3D Kalimantan untuk tahun buku 2004. Mereka diskor karena antara lain tidak tertib administrasi, tidak tertib organisasi, tidak tertib manajemen dan tidak tertib keuangan.


Di Kalimantan

Di ruang tunggu CU Pancur Kasih seorang anggota yang hendak berkonsultasi terdengar sangat bersemangat saat menceritakan pengalamannya ke satu daearah di Kabupaten Sanggau beberapa bulan lalu. Anggota CU Pancur Kasih yang bernama Yosef Oentarto itu mengungkapkan, “Di Bodok ada fenomena menarik. Orang-orang yang dulunya menjadi nasabah setia satu bank, sekarang banyak melirik CU, bahkan ada yang telah pindah ke CU,” kata seorang perwira AIRUD yang telah tujuh tahun menjadi anggota CU itu.

Oentarto bahkan mengamati transaksi di beberapa bank di Kota Sanggau terkadang sepi, karena masyarakat lebih memilih CU. Alasannya, untuk pembiayaan sebuah usaha, CU memberikan syarat yang tidak terlalu memberatkan, hanya saling percaya saja. Seperti semboyan CU “kamu Susah Saya Bantu, Saya Susah Kamu Bantu” para anggota CU tidak perlu menitipkan sertifikat tanah atau rumahnya untuk meminjam dari CU.

Pengalaman Zuhaimi salah seorang simpatisan CU di Pontianak, membeberkan pengalamannya mengajukan pinjaman ke sebuah bank untuk pengembangan usaha Kopra. Syaratnya sangat memberatkan dan bunga yang dibebankan kepada peminjam sangat besar. “Jadi saya mengurungkan niat saya sementara ini,” katanya.

Zuhaimi secara eksplisit mengungkapkan ketertarikannya terhadap lembaga keuangan micro seperti CU, “Saya telah banyak mendengar dari beberapa rekan saya terutama di daerah Sei. Kakap, menjadi anggota CU telah banyak menolong mereka,” katanya.

Di bank para calon kreditur diharuskan 'menitipkan' surat-surat berharga yang dapat menjamin kredit yang mereka ajukan pada bank. Namun banyak diantara mereka yang menunda keinginannya karena bank tidak bersedia mengucurkan dana jika syarat yang diberikan belum terpenuhi.

Seperti Zuhaimi, permasalahan utama dalam membuka usaha pada masyarakat adalah keberadaan modal yang terbatas. Banyak diantara masyarakat yang tidak jadi membuka usaha karena tidak memiliki modal. Di sisi lain, modal dari bank sangat sulit untuk didapatkan. Ini disebabkan oleh permintaan bank untuk menyediakan anggunan berupa sertifikat-sertifikat jasa dirasakan cukup memberatkan. Ditambah lagi dengan bunga yang cukup tinggi, sehingga beban untuk membayar kembali kredit yang diberikan terasa sangat berat.

Sistem yang terjadi saat ini memang menjadi kendala utama bagi masyarakat untuk mengembangkan usahannya. Sumber-sumber pembiayaan ekonomi macro seperti bank yang diketahui lebih memihak usaha-usaha berskala besar dan bersifat kapitalistis, terkadang memandang “sebelah mata” usaha kecil.

Belajar dari pengalaman, krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang dampaknya masih terasa dengan belum stabilnya perekonomian Indonesia hingga saat ini, justru yang mampu bertahan adalah sector usaha kecil. Berbagai jenis usaha kecil yang mengandalkan diri pada permodalan dari koperasi dapat selamat dari badai dahsyat krisis ekonomi.

Silvester Ansel Urep, SE, MSc, Dosen Fak. Ekonomi Untan mengungkapkan keberadaan CU di Kalbar telah teruji tidak terkena dampak krisis moneter, tidak seperti yang dialami oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya. Bahkan tidak dapat disangkal lagi bahwa keberadaan CU yang semakin eksis dan kokoh justru pada saat terjadinya krisis ekonomi.

Menurut Ansel Urep, yang menjadikan CU tidak terpengaruh karena dampak krisis moneter ada beberapa hal. Antara lain, ketersediaan modal menjadi satu kekuatan yang sangat dibutuhkan. Maksudnya, CU dengan sangat meyakinkan mampu menghimpun dana masyarakat yang mengindikasikan besarnya kepercayaan terhadap lembaga CU, tidak seperti umumnya yang dilakukan oleh bank komersial lainnya, yaitu dengan meminjam modal dari pihak luar.

Memang selama ini faktanya system ekonomi nasional yang telah menggemukan kaum konglomerat yang menggunakan uang rakyat melalui bank yang mereka bangun sendiri untuk memonopoli semua sector usaha. Sistem ekonomi demikian begitu mudahnya mengesampingkan hak-hak ekonomi orang banyak dan lebih cenderung untuk tidak peduli dengan orang lain. Dengan latar belakang ini lahirlah sistem ekonomi koperasi yang menghendaki pembangunan ekonomi dengan sistem kekeluargaan.

Salah satu bentuk koperasi yang ada di Indonesia adalah koperasi kredit (Credit Union). Dengan menjadi anggota CU, masyarakat diajak untuk turut serta berpartisipasi dalam perekonomian. Artinya masyarakat tidak akan menjadi penonton dalam pembangunan ekonomi yang semakin cepat bergerak sekarang ini. Istilah 'ekonomi kerakyatan' pun dipakai untuk menunjukkan sistem perekonomian yang dikembangkan dengan berbasis pada masyarakat dan berasaskan kebersamaan. Ekonomi kerakyatan mementingkan kesejahteraan komunitas dan sekaligus kesejahteraan keluarga, sehingga tidak mengenal persaingan untuk saling mengalahkan. Istilah ekonomi kerakyatan ini sangat dekat sekali dengan istilah koperasi kredit (CU) yang berkembang begitu pesat di Kalimantan pada saat ini.

CU sebagai praktek nyata dari ekonomi kerakyatan memegang prinsip-prinsip keterbukaan, keadilan sosial dan belajar tidak membedakan pelayanan pada para anggotanya. Setiap anggota berhak atas pelayanan yang disediakan. Ini yang membedakan CU dengan lembaga keuangan lainnya.

Pemberdayaan kaum kecil-lemah-dan miskin dalam aspek ekonomi merupakan rangkaian kegiatan penyadaran dan motivasi. Dalam hal ini pendidikan menjadi bagian yang sangat penting. Sebuah CU dengan assets 1 Milyar Rupiah kemudian meminjamkan Rp 800 juta kepada anggotanya memiliki resiko kebangkrutan yang sangat besar bila kredit yang diberikan mengalami kemacetan. Namun dengan sebuah kepercayaan dimana sebelumnya setiap anggota telah diberikan pendidikan sehingga sadar bahwa mereka adalah pemilik, maka resiko itu dirasakan tidak terlalu membahayakan.

Di Kalimantan berdasarkan klasifikasi perkembangan asset dan anggota kekuatan rakyat itu menjelma dalam 38 buah CU yang tergabung dalam Badan Koordinasi Koperasi Kredit Kalimantan (BK3D) Kalimantan. Sesuai namanya BK3D Kalimantan CU anggotanya tersebar di seluruh Kalimantan.

Berdasarkan klasifikasi jumlah asset pada dua tahun lalu dan perkembangan anggota CU naungan BK3D Kalimantan, ada 10 CU terbesar. (1) CU Pancur Kasih di Pontianak Rp. 97.904.319.716; (2) CU Lantang Tipo di Bodok Rp. 58.752.973.922; (3) CU Daya Lestari di Samarinda Rp. 22.666.503.311; (4) CU Keling Kumang di Tapang Sambas (Sekadau) Rp. 19.919.329.700; (5) CU Sumber Rezeki di Teraju Rp. 13.831.562.395; (6) Usaha Kita di Sei Ayak Rp. 13.800.965.896; (7) CU Khatulistiwa Bakti di Pontianak Rp. 13.364.712.606; (8) CU Semarong di Sosok Rp. 11.334.415.310; (9) CU Tilung Jaya di Kapuas Hulu Rp. 9.559.704.745: dan (10) CU Canaga Antutn di Menyumbung Rp. 7.195.352.938.

Kelangsungan setiap CU tentu saja memiliki kekhasan tersendiri. CU Pancur Kasih misalnya, sejak berdiri 17 tahun lalu telah memiliki 9 Tempat Pelayanan. Tempat Pelayanan yang tersebar antara lain di Sungai Durian, Sungai Ambawang, Kayu Tanam, Aur Sampuk, Sahapm, Sidas, Darit, Raba, Toho, Sebadu dan Jelimpo dimaksudkan agar pelayanan kepada para anggota dapat lebih maksimal.

Pada usia 17 tahun, sebagai CU terbesar di Indonesia jumlah anggota menurut Newsletter JaTiku terbitan Oktober 2004, telah mencapai 26.800 orang dengan asset Rp. 97.904.319.716.

Dalam JaTiku juga diungkapkan, beberapa tahun yang lalu, hal itu di luar jangkauan pikiran. Kekuatan ekonomi rakyat yang coba dibangun dengan semangat koperasi secara utuh telah mengantarkan CU Pancur Kasih yang secara wajar patut dibanggakan.

Lain pula dengan CU Usaha Kita. CU yang beroperasi di Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sanggau ini sejak September tahun 2000 telah menerapkan sistem Komputerisasi Foxpro 2.5. Pemanfaatan tehnologi tentu sangat membatu dalam mempermudah pekerjaan yang dilakuakan. Seluruh informasi yang berkaitan dengan CU dapat diolah dengan cepat sehingga anggota dapat mengetahui perkembangan CU setiap waktu.

CU Khatuliastiwa Bhakti yang merupakan CU pertama di Kalimantan Barat memiliki anggota dari berbagai etnis di Kalbar. Ini menunjukan bahwa CU bukan saja milik etnis tertentu, tetapi milik orang yang sadar akan manfaat CU bagi kehidupan mereka. Bahkan simpanan terbesar di CU Katulistiwa Bhakti yang berdiri tahun 1985 ini adalah orang dari luar etnis mayoritas anggota CU. Menurut data terakhir BK3D Kalimantan Juli 2004, mengenai asset CU Katulistiwa Bhakti telah mencapai Rp. 13.364.712.606.

Dari sepuluh “raksasa ekonomi rakyat” tersebut dua diantaranya yaitu CU Lantang Tipo dan CU Daya Lestari yang masih belum memiliki badan hukum. Walaupun belum memiliki badan hukum, CU Daya Lestari yang didirikan pada 4 Juli 2001 pada akhir Juli 2004 telah memiliki assets sebesar Rp. 22.666.503.311. Sementara CU Lantang Tipo sebagai salah satu CU terbesar memiliki asset per-Juli 2004 Rp 58.752.973.922.

Tidak ada perbedaan yang mencolok dari produk-produk yang dikeluarkan oleh masing-masing CU. Tetapi komitmen dan keinginan anggota untuk maju menjadi kekuatan dari CU untuk lebih berkembang. Pada saat ini terdapat 38 CU yang difasilitasi BK3D Kalimantan yang tersebar di pulau Kalimantan. Total assets yang dimiliki oleh 38 CU tersebut pada bulan Juli 2004 adalah sebesar Rp 318.639.668.422. Sedangkan total kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp 264.237.631.383 dan menurut data BK3D Kalimantan Juli 2004 SHU yang dibagikan adalah sebesar Rp.6.090.226.120.


Apa Kata Mereka Tentang CU?

Perkembangan CU di Kalimantan yang kian hari semakin dahsyat itu membuat Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) Kalimantan harus menjadikan CU sebagai pilihan untuk mengembangkan ekonomi rakyat di Kalimantan, khususnya Kalbar. Pertimbangannya, kata AR. Mecer mengutif pendapat Rober T. Kiyosaki, uang itu bukanlah segala-galanya. Tetapi bisa menjadi alat untuk banyak hal. Uang itu hanya gagasan, sebuah ide. Jadi uang itu tidak riil. Karenanya gagasan itu bisa melayang di mana-mana. "Kenyataannya, uang itu ada di mana-mana: tanah, air, batu, pasir, rumput, bahkan kotoran ternak. Saya setuju bahwa uang adalah gagasan atau ide," ujar Mecer Ketua Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) Kalbar.

Tetapi, kata Mecer, mengapa mayoritas orang tidak punya uang? Tetapi manusia bisa mengerjakan apapun -- walaupun hasilnya kecil. "Itu berarti bahwa kita bisa mendapatkan uang dengan alat," papar Mecer.

Lebih lanjut dikatakannya, kadang-kadang orang tidak menyadari bahwa untuk menangkap uang itu perlu alat. "Salah satu dari alat itu adalah CU. Uang itu kembalikan ke CU supaya bisa dikendalikan. Uang juga perlu dikelola dengan baik. Alat untuk mengolah uang itu adalah CU. dari situ, kapan dan apa saja yang diperlukan bisa menggunakan CU," katanya lagi.

Pendapat lain dilontarkan oleh Silvester Ansel Urep, SE, MSc. Ia menilai CU telah terbukti berhasil menjadi pelopor dan mampu menumbuh kembangkan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat di Kalbar, khususnya masyarakat pedalaman. "CU juga telah terbukti mampu berperan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi pedesaan yang merupakan basis ekonomi kerakyatan," tandas Dosen Fakultas Ekonomi dan Program Magister Manajemen Untan.

Menurut Ansel yang juga menjadi Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Dayak Untan, CU sangat tepat dijadikan pilihan dalam pengembangan ekonomi rakyat. Pasalnya, CU itu sangat berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Kalau CU ada kemudahan yang diberikan kepada anggotanya dalam mengakses dana yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai aktivitas ekonomi yang produktif. "CU bukan hanya melayani masyarakat yang ada di daerah perkotaan tapi telah merambah di daerah-daerah pedesaan. CU juga mempunyai kepedulian yang sangat tinggi terhadap nasib kelompok masyarakat masih terbelakang, yaitu dengan memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat dalam mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi," katanya.

Alasan lain mengapa CU menjadi pilihan dalam pengembangan perekonomian rakyat diungkapkan Munaldus dari Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pancur Kasih. Sejak berdiri di Jerman pada pertengahan abad 19, CU telah terbukti berhasil memecahkan masalah kemiskinan dan bencana kelaparan di seluruh dunia. Kini CU memiliki jaringan kerja yang sangat kuat dan solid dengan 5 jenjang Gerakan Koperasi Kredit Dunia (GKKD), yakni (1) CU Primer, (2) Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D), (3) Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) yang berpusat di Jakarta, (3) Asian Confederation of Credit Union (ACCU) yang berpusat di Bangkok, (4) World Council of Credit Union (WOCCU) di berpusat di Medison, USA.

Disamping itu, kata Munaldus, keberpihakan CU kepada masyarakat ekonomi lemah tidak diragukan lagi. "Di Kalimantan, khusus Kalbar, CU telah terbukti mengangkat harkat, martabat dan perekonomian para anggotanya," ujarnya.

Ungkapan senada disampaikan P. Florus, salah seorang penggagas berdirinya CU Pancur Kasih Pontianak. Menurutnya, CU adalah pilihan utama dalam penghimpunan modal (CU sebagai lembaga keuangan). Di satu sisi, CU bukan hanya sebagai lembaga keuangan yang menata modal ekonomi rakyat tapi juga dapat mengatur tata kuasa sumber daya alam dan tata produksi. “Di Kalbar, CU tetap akan berkembang dan terus menjadi pendorong utama gerakan ekonomi kerakyatan”, tuturnya optimis.

Keuntungan ber-CU diakui oleh Y.B.E Setiawan anggota CU Katulistiwa Bhakti yang sebelumnya sangat pesimis dengan gerakan CU atau koperasi umumnya. Seorang pemilik usaha Pangkalan Minyak Tanah berkat modal dari CU dengan keuntungan Rp. 3.750.000,- perbulan ini mengakui betul-betul terbantu dengan pinjaman dari CU.

Keuntungan ber-CU juga diakui oleh Valentinus Darus (baca profil sukses ber-CU), pemilik armada bis VALENTY. Ia pertama kali pinjam di CU Pancur Kasih Pontianak sebesar Rp 4 juta, dengan simpanan sebesar Rp 1,5 juta. Dengan menjadi anggota CU ia bisa memiliki 20 armada bis VALENTY. Devidennya pada tahun 2002 mencapai Rp 35 juta sehingga menjadi peraih deviden terbesar ke-2 di CU Pancur Kasih Pontianak. Kini rata-rata pendapatannya perbulan mencapai Rp 50 juta.

Karena itu pula, menurut hemat Mgr. Hieronimus Bumbun OFM. Cap, Uskup Agung Pontianak, akan lebih baik jika masyarakat bisa masuk CU. Sebab hanya CU yang bisa mendidik orang dalam merencanakan masa depan. Dengan masuk CU, orang bisa belajar menanbung, pandai mengelola ekonomi rumah tangga dan bisa menyekolahkan anak.


CU Beda Dengan Lembaga Keuangan Lain

CU memang berbeda dengan lembaga keuangan lainnya seperti bank, kelompok arisan, dll. Di dalam CU ada keunikan dan keistimewaannya. Hal ini ditegaskan oleh AR. Mecer, Ketua BK3D Kalimantan. Keunikan dan keistimewaan CU itu antara lain ada nilai-nilai solidaritas, keadilan -- dalam arti akurat dalam membagi keuntungan, sesuai dengan yang ditabur dan dituai, ada kesetaraan jender. CU bisa membantu diri sendiri, tetapi harus bertanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain. Swadaya juga mutlak dipupuk dan ditumbuh-kembangkan. Karena itulah CU sangat cocok untuk pemberdayaan ekonomi rakyat. "Jadi sebenarnya, CU tidak hanya cocok di Kalimantan, tetapi juga di seluruh dunia," tandas sesepuh Pancur Kasih itu.

Sesuatu yang unik dan istimewa di CU juga diungkapkan Silvester Ansel Urep, SE, MSc, Dosen Fak. Ekonomi Untan. Menurutnya, keunikan dan keistimewaan CU dibanding dengan badan keuangan lainnya antara lain, setiap anggota bisa meminjam 3 kali lipat dari jumlah tabungan yang sudah mengendap di CU. Apabila anggota akan meminjam, tidak diperlukan jaminan khusus, tetapi cukup hanya menyerahkan buku tabungan. CU juga menawarkan suatu produk simpan pinjam dengan pola kemitraan.

Dikatakannya juga, keberadaan CU di Kalbar telah teruji tidak terkena dampak krisis moneter, tidak seperti yang dialami oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya. Bahkan tidak dapat disangkal lagi bahwa keberadaan CU yang semakin eksis dan kokoh justru pada saat terjadinya krisis ekonomi.

Menurut Ansel Urep, yang menjadikan CU tidak terpengaruh karena dampak krisis moneter ada beberapa hal. Antara lain, ketersediaan modal menjadi satu kekuatan yang sangat dibutuhkan. Maksudnya, CU dengan sangat meyakinkan mampu menghimpun dana masyarakat yang mengindikasikan besarnya kepercayaan terhadap lembaga CU, tidak seperti umumnya yang dilakukan oleh bank komersial lainnya, yaitu dengan meminjam modal dari pihak luar. CU juga memberikan suatu keuntungan bagi para anggota atas saham-saham yang dimiliki para anggota. Pengembalian kredit pinjaman anggota juga terbukti tetap berjalan lancar, hampir tada mengalami kemacetan.

Keunikan dan keistimewaan CU lainnya menurut Munaldus antara lain jantung CU terletak pada pendidikan yang menyadarkan. Karena motonya adalah CU dimulai dengan pendidikan, berkembang melalui pendidikan, dikontrol melalui pendidikan dan bergantung pada pendidikan. "prinsip ini tidak ditemukan di lembaga keuangan lain dan ini menjadi keistimewaan utama CU," tegas Munaldus.

Melalui CU, tekan Munaldus, setiap anggota berjuang agar bebas secara finansial dengan memiliki sumber pendapatan ganda (SPG), yakni (1) memiliki pendapatan dari hasil keringat seperti gaji, upah, keuntungan bisnis dll. Uang datang hanya kalau orang bekerja; (2) memiliki pendapatan dari bunga tabungan atau deviden dari simpanan saham (uang bekerja untuk manusia); (3) memiliki pendapatan dari sektor realestate (memiliki tanah atau rumah baik untuk disewakan/dijual lagi setelah nilainya meningkat).

Jadi, ujar Munaldus mengingatkan, motivasi masuk CU bukan semata-mata untuk pinjam, tetapi bagaimana CU menjadi tempat berinvestasi. CU berusaha agar setiap anggota memiliki simpanan bagus (bunga/deviden di atas inflasi), bukan simpanan jelek (bunga/deviden di bawah inflasi). CU juga mendorong agar anggota memiliki pinjaman bagus (untuk usaha-usaha produktif) dan bukan semata-mata untuk pinjuaman yang jelek (untuk tujuan konsumtif).

Semuanya itu, kata Munaldus karena CU punya filosofi yang dijabarkan dalam 3 pilar CU yang telah diterapkan dan diamalkan secara turun-temurun, yakni (1) pendidikan yang terus menerus dan menyadarkan, (2) swadaya dan (3) setia kawan. Keswadayaannya berbunyi: "dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota." Sedangkan setia kawan berbunyi: "anda sulit saya bantu, saya sulit anda bantu."

Diingatkan Munaldus juga, kalau sebuah CU melenceng dari yang digariskan, maka ia akan sangsut (kacau-balau-Red), akan dilindas dampak krisis moneter. Sebab itu ia menduga tidak semua CU bebas dari dampak krisis moneter. Sekarang juga ada beberapa CU yang sangsut dan sedang direhab serta dibenahi. CU yang tahan terhadap krisis moneter adalah CU yang memiliki "jantung" yang sehat, yaitu pendidikan kepada anggota berjalan baik. Kriteria pendidikan yang berjalan baik adalah para anggota, pengurus, pengawas dan staf (1) memiliki sikap/perilaku yang dapat dijadikan contoh/teladan, (2) menambah pengetahuan dan (3) meningkatkan ketrampilan.

P. Florus menilai bahwa CU beda dengan bank. Ada 3 komponen utama yang membedakan CU dan bank. Pertama, CU lebih mengutamakan manusia (modal sosial), sedangkan bank hanya mengutamakan uang (modal ekonomi). Kedua, CU sebagai praksis ekonomi kerakyatan sedangkan bank kapitalisme. Ketiga, CU sebagai koperasi sejati, sedangkan bank adalah pedagang uang sejati.

Menurut P. Florus, kekuatan CU terletak pada aspek pendidikan dan pelatihan para anggota. Pendidikan yang diutamakan sifatnya adalah penyadaran dan andragogis. Selain itu, C.U mempunyai kekuatan pada aspek teguhnya nilai-nilai dasar yang sebenarnya merupakan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Namun CU juga punya kelemahan. “Di satu sisi, tidak dipungkiri CU juga mempunyai kelemahan, yakni manajemen masih sederhana dan lambat serta belum menjadi gerakan sosial yang besar,” katanya.

Dikatakannya juga, filosofi CU yakni menolong diri sendiri dengan kerjasama, solidaritas, saling percaya, pembelajaran dan secara swadaya/mandiri. “CU punya prinsip bahwa uang hanya sebagai alat, yang terpenting adalah manusianya. Kalau manusianya sudah tidak memegang teguh nilai dasar kemanusiaannya maka saat itu juga CU akan kolap,” ujar Florus.

Pada akhirnya, Mohamad Hatta mengatakan: “Kolonialisme secara pemerintah jajahan sudah lenyap, sudah kita runtuhkan. Tetapi kapitalisme kolonial sebagai suatu kekuasaan organisasi ekonomi masih kuat duduknya. Kekuasaan itu hanya dapat dipatahkan dengan membangun perekonomian rakyat di atas dasar koperasi. Koperasi harus menjadi organisasi yang kuat karena sifat persekutuannya.”


Kiat-kiat Mendirikan CU

Kebutuhan akan CU yang dirasakan oleh kelompok orang yang juga bertekad untuk menolong diri sendiri dengan usaha bersama.

Kemungkinan yang cukup luas untuk memperkembangan jumlah anggota. CU sebaiknya dimulai dengan minimal 25 orang. Tetapi kalau para calon anggota sungguh-sungguh berhasrat besar untuk mendirikannya, jumlah kurang dari 25 orang bias juga. Namun keanggotaan harus bisa berkembang, oleh karena manfaat CU baru bisa dirasakan setelah keanggotaanya mencapai jumlah diatas 50 orang. Sudah tentu manfaat ini selalu bergantung juga pada keadaan ekonomi dan kemampuan menabung para anggotanya.

CU adalah suatu ikatan pemersatu. Kemauan bertekad mendirikan CU itu sudah merupakan ikatan yang mempersatukan kelompok tersebut hingga mereka menjadi pendirinya. Meskipun setelah berdiri harus selalu ada unsur pemersatu, agar anggota-anggota bersama pimpinan memperjuangkan tujuan CU.

Orang yang siap menjadi pemimpin dan rela mengapdikan diri, baik waktu maupun tenaga agar CU tersebut dapat sukses. Dalam hal ini tidak diperlukan para ahli-ahli keuangan dan pembukuan yang terdidik.

Langkah selanjutnya adalah pendidikan bagi kaum anggota, dan secara lebih intensif terhadap para calon pemimpin.

Sesuai misinya untuk memberdayakan ekonomi rakyat, berdasarkan pengalaman diberbagai benua menunjukan bahwa CU yang paling berhasil adalah yang didirikan di kalangan masyarakat yang keadaan ekonominya belum kuat. Kebutuhan akan adanya lembaga keuangan seperti CU tidak dirasakan oleh orang kaya yang kelebihan uang, melainkan leh mereka yang belum kuat ekonominya, terutama sekali orang-orang miskin.

Di samping itu untuk mendirikan CU tidak diperlukan banyak uang, untuk mendirikan CU tidak diperlukan ahli hokum atau akuntan. Salah sekali anggapan sementara orang yang mengatakan CU baru akan berhasil kalau modal kerja terlebih dahulu disediakan oleh orang kaya. Pengalaman justru membuktikan sebaliknya. Hanya memulai secara sederhana diantara orang-orang yang membutuhkanya, maka CU dapat berkembang dengan lancar.

Beberapa langkah mendirikan CU adalah: pengumpulan bahan-bahan yang ada tentang CU misalnya: brosur-brosur, buku-buku, pamphlet, bulletin, majalah dan sebagainya. Membentuk kelompok study paling tidak 15 orang diantara peminat untuk mempelajari dengan teliti dasar-dasar CU, administrasi dan aspek-aspek lainya sehingga bahan-bahan CUdapat dipelajari dengan lebih intensif dan sungguh-sungguh. Dalam hal ada CU lain yang telah berkembang, maka dapat pula dilakukan magang untuk mempelajari dasar-dasar management CU atau cara pendiriannya. Setelah kelompok study telah cukup mempelajari CU dari berbagai sumber maupun magang, maka sudah dapat dimulai menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dengan mengambil contoh dari salah satu bahan yang didapat saat magang dan menyesuaikannya dengan situasi dan kondisi para calon anggota. Setelah itu, rapat anggota pertama dapat diselenggarakan, sekaligus dengan pemilihan Dewan Pemimpin.

Selain itu syarat-syarat menjadi anggota CU adalah: mampu berpartisipasi aktip dalam CU dan dapat memanfaatkan pelayanan-pelayanan yang diberikan CU. Bersedia mentaati peraturan-peraturan CU terutama untuk menabung terus-menerus. Yang lebih bersifat normative dan tak kalah pentingnya, mempunyai ikatan kepentingan yang sama , seperti anggota lain.

Keanggotaan CU terbuka bagi siapa saja yang memenuhi persyaratan. Tidak boleh ada diskriminasi, tidak boleh menjadi organisasi eksklusif tetapi harus merangkul, menolong sebanyak mungkin orang yang mungkin masuk kedalam ikatan pemersatu yang sama.

Keanggotaan CU dapat lebih dari satu orang dalam sebuah keluarga, karena keanggotaan adalah perorangan maka setiapmorang dalam sebuah keluarga dapat menjadi anggota CU. Tetapi hendaknya tujuan mereka bukannya untuk dapat mendapatkan pinjaman sebanyak mungkin. Kalau demikian kemungkinan besar dapat mengancam kestabilan keuangan keluarga.

Oleh karena itu, seorang yang ingin menjadi anggota CU harus mendapatkan pendidikan tentang dasar-dasar CU. Kemudian ia dapat mengajukan surat permohonan tertulis kepada Dewan Pimpinan. Permohonan itu perlu mendapat rekomendasi dari setidaknya dua anggota CU lainya atau seorang anggota Dewan Pimpinan.

Dewan Pimpinan akan memutuskan diterima atau tidaknya anggota tersebut berdasarkan suara terbanyak. Jika permohonan ditolak, calon anggota dapat naik banding kepada Rapat Anggota untuk meninjau kembali keputusan Dewan Pimpinan tersebut. Karena keanggotaan bersifat perorangan, maka keanggotaan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Setiap anggota yang ingin menjadi anggota harus mengajukan sendiri permohonan tertulis kepada CU.

Seseorang dapat berhenti menjadi anggota CU jika berhenti atas kemauan sendiri dan disetujui oleh Dewan Pimpinan. Anggota meninggal dunia. Dikeluarkan dari keanggotaan atas keputusan Rapat Anggota. CU bubar atau dibubarkan.

Sebagai anggota CU, setiap orang yang tergabung dalam wadah CU memiliki hak dan kewajiban. Hak seorang anggota CU adalah: Mendapat jasa-jasa dan pelayanan, terutama dalam bentuk pinjaman yang diberikan CU. Menghadiri rapat-rapat anggota dan ikut serta dalam segala kegiatan CU. Menabung dan menarik tabungan pada setiap waktu kantor CU dibuka. Memberikan suaranya dalam segala hal yang perlu diputuskan oleh anggota-anggota. Dipilih untuk setiap jabatan yang ada dalam CU.

Sedangkan kewajiban sebagai anggota CU adalah: Ikut secara aktif dalam rapat anggota, baik tahunan maupun khusus. Menabung secara terus-menerus dan mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya. Menjaga agar hanya orang-orang baik dan cakap dipilih sebagai pejabat-pejabat CU. Menjaga kepentingan dan nama baik CU dimata masyarakat. Berusaha untuk mengembangkan keanggotaan CU. Secara terus-menerus menambah pengetahuannya mengenai CU. Menanggung segala kewajiban CU yang tercantum dalam Anggaran Dasar.

CU di Kalimantan memang sudah tumbuh dan berkembang. Menurut data terakhir di BK3D Kalimantan, hingga November 2004 sudah terdapat 43 CU. CU-CU tersebut terseber merata di seluruh Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim). Hingga Oktober 2004, anggota CU yang bernaung di bawah BK3D Kalimantan sudah mencapai 128.288 orang, dengan total asset Rp 393.673.951.740. Anggotanya pun terdiri dari berbagai golongan, etnis dan agama. Karena itu lah, CU merupakan salah satu wadah untuk rekonsiliasi di Kalimantan. Simpul Kalbar, April-Juli 2006 (Tony Kusmiran dan Team Kalimantan Review)

No comments:

Post a Comment